'True Cost' Ungkap Seramnya Kehidupan di Balik Industri Fashion Murah
Saat bangunan Rana Plaza, pabrik pakaian di Bangladesh, runtuh dan membunuh lebih dari 1.000 buruh pada 2013, seorang sineas, Andrew Morgan, menyadari kalau ia tidak tahu bagaimana cara pakaiannya terbuat.
Ia juga menyadari kalau dirinya tidak sendiri, karena banyak orang Amerika yang tidak tahu siapa yang membuat pakaian mereka, bagaimana kondisi pabrik tempat buruh bekerja dan berapa upah para buruh.
Oleh karena itu, Morgan, ayah dari empat orang anak yang menetap di Los Angeles, memutuskan untuk melakukan investigasi.
Hasil investigasi Morgan tertuang dalam film dokumenter berjudul The True Cost, yang bercerita mengenai efek samping dari konsumsi pakaian murah alias fast fashion.
Secara garis besar, dokumenter True Cost mirip dengan dokumenter Food Inc. yang bercerita tentang efek samping dari konsumsi makanan siap saji alias fast food.
Dalam filmnya, meski tidak ada yang baru, Morgan mewawancarai para buruh pabrik yang dibayar rendah untuk membuat produk seperti Nike dan Gap, yang diketahui pernah menggunakan tenaga buruh anak pada 1990.
Tapi yang jadi menarik, Morgan merunut semua masalah yang kemungkinan akan terjadi secara blak-blakan jika seluruh penduduk dunia ketergantungan membeli pakaian-pakaian dari fast fashion.
Masalah yang terjadi mulai dari pemborosan, hak-hak buruh yang terabaikan, penggunungan limbah hingga yang lebih gawat adalah keruntuhan ekonomi dunia.
Stella McCartney, salah satu perancang busana kenamaan, juga ikut diwawancarai dalam dokumenter True Cost.
"Sebagai konsumen, Anda berhak untuk tidak membeli pakaian yang tidak bisa dipertanggungjawabkan latar belakang pembuatannya. Anda harus berani melakukan itu," kata McCartney.
Tidak hanya menyindir Nike dan Gap, dokumenter True Cost juga menyindir H&M, Zara dan Forever 21 yang dianggapnya sudah keterlaluan dalam memberikan harga murah, sehingga dikhawatirkan membuat orang jadi semakin konsumtif dan mengabaikan hak-hak hidup para buruh.
"Jika ada yang menjual jeans seharga US$5, mereka meminta kami untuk membuat yang seharga US$4, dan seterusnya. Saya mengerti tentang persaingan bisnis, tapi mengabaikan hak-hak hidup buruh itu tidak dibenarkan!" kata salah satu pemilik pabrik dengan berapi-api.
Selain mewawancarai para perancang busana yang sudah tergabung dalam organisasi Fair Trade demi kesetaraan hak-hak buruh pabrik pakaian, dokumenter True Cost juga mewawancarai para pengamat ekonomi yang tidak kalah takut dengan efek samping fast fashion.
"Mereka bisa membeli dua pakaian untuk dua acara yang berbeda. Tapi apakah mereka bisa membeli rumah? mobil? biaya pendidikan? asuransi? Mereka sebenarnya sangat melarat," kata seorang pengamat ekonomi.
True Cost dirilis pada 29 Mei di Amerika Serikat. Dokumenter berdurasi 92 menit ini diproduksi di Kamboja, Bangladesh, India dan Haiti. Situs film IMDB memberinya rating 7,1.
"Kita harus mulai membeli pakaian yang akan kita pakai dalam waktu lama," kata Morgan, seperti yang dilansir dari The Cut.
"Melalui dokumenter ini saya ingin agar orang-orang sadar untuk sesegera mungkin mengakhiri konsumsi fast fashion, yang hanya memberikan mereka benda-benda tidak berguna untuk kehidupan mereka," lanjut Morgan. (cnnindonesia.com)
Post a Comment